PERADABAN SCIENCE

Oleh F.Alwi
Dalam bukunya yang berjudul ” Science the Glorius Entertaiment” Prof. Jaques Barzun (1964) pernah memaparkan suatu pandangannya mengenai peradaban modern yang sedang kita alami sekarang ini. Peradaban modern ini merupakan peradaban modern yang penuh dengan rangsangan material, hidup dalam ketundukan pada kekuasaan duniawi, dan laba menjadi daya dorong utama dalam setiap aktivitas hidup masyarakatnya. Kita hidup dalam suatu zaman yang disebut scientific culture atau peradaban science yang sering disebut juga technoculture, peradaban science ini telah membawa manusia pada suatu tempat yang jauh dan gersang, jauh dari cahaya dan siraman spiritual. Manusia semata-mata dipimpin oleh otaknya, inteleknya, dan rationya, sehingga mereka lebih sering terjebak dalam suatu keadaan gelisah tanpa sebab, meskipun materi dan kemewahan dunia melimpah digenggamannya. Dalam peradaban science ini manusia lebih mempercayakan pemecahan masalah dirinya pada science dan penerapan penerapanya yang disebut teknologi, bahkan agama yang telah lama memberikan solusi mulai mereka tinggalkan. Kemajuan masyarakat, kemudahan dan kenikmatan hidup, murah sandang pangan, panjang umur, aneka macam rekreasi dan lain lain, dapat diperoleh karena kemajuan-kemajuan science itu.
Maka dalam masyarakat yang demikian timbulah suatu mitos bahwa science mampu memecahkan segala permasalahan kehidupan manusia, manusia pemuja science menganggap science atau ilmu dapat menciptakan segalanya termasuk surga didunia ini. Kekurangan tanah pertanian dapat diatasi dengan mengubah gurun-gurun pasir dan daerah daerah yang dalam setahunya tertutup oleh salju, menjadi daerah-daerah pertanian yang subur, iklim dapat dirancang, hujan dapat dibuat, kekurangan air minum dapat diatasi dengan menyuling air laut, atau pemurnian kembali air kotor dari kota-kota besar, udara yang bercun dari banyaknya kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik dapat disaring sebelum masuk ke rumah-rumah, ke kantor-kantor. Mobil-mobil bertenaga bateraipun mulai pasarkan, guna mempertahankan ketersedian energi untuk kelangsungan hidup manusia. Kekurangan zat putih telur dapat diatasi dengan zat putih telur yang berasal dari cendawan, ganggang atau dibuat secara sintetis, daging sintetis yang terbuat dari kacang kedelai yang lebih enak dan bergizipun mulai diperdagangkan, ahli-ahli pertanian telah berhasil memperoleh jenis kentang yang sebesar bola tendang satu cukup untuk satu keluarga. Penyakit penyakit akan lenyap atau jauh lebih berkurang, alat-alat tubuh buatan seperti pengganti ginjal, paru-paru, jantung dll, dapat dibuat dan diperdaganggangkan seperti onderdil, pendek kata manusia dapat hidup selama mungkin didunia, selama ia mau.
Sepintas memang kemajuan science dan teknologi membawa kejayaan dan kebahagian bagi umat manusia, tapi sebenarnya kecemasan yang amat sangat besar berkecamuk dalam benak pemuja science. Mereka hidup dalam persaingan yang tajam dalam segala hal, hidup dengan tempo yang tinggi, merasa tidak puas dan jemu dengan ini dan itu, meskipun mereka hidup dalam kecukupan materi.

Masa Depan Pertanian Indonesia

Masa Depan Pertanian Indonesia
Sunday, 22 March 2009 15:47 Subejo
Masa Depan Pertanian Indonesia

Subejo

Subejo
B
anyak kalangan pesimis akan masa depan pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia. Dunia pertanian seolah-olah menunggu lonceng kematian karena gagalnya berbagai kebijakan pembangunan terkait yang tidak berhasil meningkatkan kesejahteraan petani.

Problematika pembangunan pertanian memang sangat rumit dan saling berkaitan. Kebijakan yang tidak tepat akan berakibat sangat fatal dan bisa memperburuk kondisi petani sehingga akan lebih menderita lagi.

Dengan mempertimbangkan kekayaan potensi sumber daya baik fisik maupun manusia kita sebenarnya bisa cukup optimis menuju kebangkitan dan kejayaan pertanian yang akhirnya akan membawa peningkatan taraf hidup pelaku utamanya yaitu petani.

Hal yang paling mendasar adalah komitmen dan goodwill segenap komponen bangsa untuk mengembalikan momentum pembangunan pertanian sebagai penggerak ekonomi bangsa. Kemauan politik dan keberpihakan negara dan politisi menjadi salah satu penentu kebangkitan pertanian.

Pangan dan Persoalannya
Dalam konteks pembangunan pertanian umum Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat kita mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun, dalam konteks produksi pangan memang ada suatu keunikan.

Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5 persen atau 51 juta ton (Rice Almanac, 2002). China dan India sebagai produsen utama beras berkontribusi 54 persen. Vietnam dan Thailand yang secara tradisional merupakan negara eksportir beras hanya berkontribusi 54 dan 3,9 persen.

Rerata produksi beras Indonesia 4,3 ton/hektar. Produktivitas tersebut sudah melampaui India, Thailand, dan Vietnam. Meskipun masih di bawah produktivitas Jepang dan China (rerata di atas 6 ton/hektar).

Lalu, kenapa Indonesia hampir setiap tahun selalu menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan. Utamanya yaitu beras?

Ada beberapa persoalan serius yang perlu dicermati dan dicarikan solusinya. Salah satu sebab utama adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Data statistik menunjukkan pada kisaran 230-237 juta jiwa. Makanan pokok semua penduduk adalah beras sehingga sudah jelas kebutuhan beras menjadi luar biasa besar.

Penduduk Indonesia merupakan pemakan beras terbesar di dunia dengan konsumsi 154 kg per orang per tahun. Bandingkan dengan rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg (IRRI, 1999).
Hal itu juga menunjukkan bahwa program diversifikasi pangan di Indonesia masih jauh dari berhasil. Namun, sepanjang kita masih mengkonsumsi beras dengan jumlah sebanyak itu maka problem pangan masih akan sulit diatasi.

Persoalan yang lain adalah transformasi struktural yang kurang berjalan. Di mana pun di dunia ada pola bahwa peran pertanian dalam perkonomian nasional akan semakin menurun dan ada pergerakan angkatan kerja dari pertanian ke sektor industri dan jasa.

Di Indonesia lahan pertanian semakin dipenuhi oleh angkatan kerja baru karena tidak ada alternatif lain untuk mencari pekerjaan. Tentu hal ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi produksinya. Dalam tahap tertentu tesis Clifford Geertz tentang agricultural involution nampaknya telah berlaku.

Mencari Jalan Keluar
Penyelesaian persoalan pertanian juga bergantung pada sektor-sektor yang lain. Pertanian sendiri tidak akan pernah mampu menyelesaikan permasalahannya sendiri. Perlu keterpaduan lintas sektoral untuk mengatasi persoalan karena saling berkaitan.

Kebijakan diversifikasi pangan terkait pengolahan pangan. Sektor perindustrian dan perdagangan akan memainkan peran penting. Penganekaragaman pangan harus dimulai dengan serius dengan melakukan tindakan nyata untuk menggali kembali bahan pangan lokal terutama umbi-umbian yang tersedia melimpah. Perlu dikampanyekan dengan sistematis sebagai substitusi beras sampai tataran tertentu.

Pengalaman Jepang yang mengkampanyekan bahan pangan lokal dan gandum ketika terjadi kelangkaan pangan/beras awal kekalahannya dalam Perang Dunia II dengan menyediakan makanan untuk anak sekolah terbukti sangat efektif mempengaruhi perilaku konsumsi pangan. Saat ini konsumsi beras orang Jepang hanya 90 kg per orang per tahun dan cenderung semakin menurun.

Persoalan akses petani terhadap lahan juga menjadi isu yang sangat serius. Sebagian besar petani kita adalah petani gurem (kepemilikan kahan kurang dari 1.000 meter), jumlah tuna kisma meningkat terus menerus. Kebijakan land reform yang dicetuskan sejak awal pemerintahan SBY nampaknya juga belum memberikan hasil yang jelas.

Selain implementasi nyata land reform yang memberi akses lahan pada petani. Masalah petani gurem juga terkait dengan transformasi struktural pedesaan dan pertanian.

Dalam transformasi struktural penciptaan industri pedesaan melalui pengolahan bahan pangan lokal nampaknya akan membuka lapangan kerja baru baik dalam hal produksi, pengolahan, maupun distribusi dan pemasarannya. Pertanian yang sehat dan produktif (viable) seyogyanya memiliki luasan yang cukup.

Sebagian petani gurem dan tuna kisma dapat beralih profesi ke industri pedesaan jika kesempatannya diciptakan. Secara tidak langsung ini juga memberikan kesempatan sebagian petani untuk mengelola lahan dengan skala ekonomi baik melalui sistem persewaan maupun bagi hasil sehingga diharapkan produktivitasnya meningkat nyata.

Perlu dilakukan berbagai kebijakan yang mampu memberi insentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Investasi yang besar baik investasi sumber daya manusia maupun sumber daya fisik di bidang pertanian sangat perlu menjadi prioritas.

Penelitian dan pengembangan teknologi serta penyuluhan pertanian baik skala nasional, regional, dan lokal menjadi sangat urgen. Penelitian yang serius tentang benih-benih baru dengan produktivitas tinggi melalui pendekatan bioteknologi juga menjadi solusi yang cukup baik.

Saat ini petani semakin sulit memperolah benih yang berkualitas karena umumnya diproduksi oleh perusahaan multinasional yang profit oriented sehingga harganya menjadi sangat mahal. Lembaga penelitian dan perguruan tinggi sebagai penyedia public goods perlu didukung penuh sehingga mampu menghasilkan teknologi dan inovasi alternatif yang bisa diakses secara murah oleh public utamanya petani-petani kecil di pedesaan.

Pembangunan infrastruktur pertanian seperti saluran irigasi, jalan desa, pasar desa, dan lain-lain menjadi vital untuk menggairahkan petani. Jika berbagai kebijakan dapat berjalan dengan baik dan mampu memberikan insentif bagi petani maka harapan dan optimisme keberhasilan pembangunan pertanian akan semakin nyata. Keberpihakan dan waktu yang akan membuktikan apakah pertanian kita akan bangkit atau justru akan semakin terkubur.

Subejo

Penulis adalah Dosen UGM, Mahasiswa S3, The University of Tokyo

——————————————————————————————————
Artikel ini sudah pernah diterbitkan oleh detik.com (http://suarapembaca.detik.com/read/2009/03/11/084633/1097452/471/masa-depan-pertanian-indonesia), pada tanggal 11 Maret 2009

“The Biological Control”

Wabah ulat bulu yang terjadi di jawa timur merupakan salah satu dampak ketidak seimbangan Ekosistem. Akibat berkurangnya populasi semut Rangrang yangdisebabkan oleh tingkah manusia dan juga bencana Erupsi gunung BROMO. MAU tau manfaat semut bagi manusia ???? Semut Rangrang bukan sembarang semut. Mereka unik dan berbeda dari jenis semut lainnya. Manusia telah menggunakan jasa mereka dalam perkebunan berabad-abad yang lalu. Tercatat, sekitar tahun 300 Masehi di Canton (China), semut ini digunakan untuk mengusir hama pada tanaman jeruk. Orang mengambil sarang-sarang semut ini dari hutan, memperjualbelikannya, lalu meletakkannya di pohon-pohon jeruk jenis unggul. Teknik yang sama tetap dilakukan sampai abad ke-12, dan masih diterapkan di selatan China sampai saat ini. Di perkebunan kopi di Lampung, kita dapat menemukan koloni semut ini bersarang di daun-daun kopi. Ternyata, pada tanaman kopi yang ditempati sarang ini lebih baik keadaannya daripada tanaman yang tidak ditempati semut Rangrang. Produksikopi pun jadi lebih meningkat.

Para pakar serangga di Ghana telah menggunakan jenis semut Rangrang Afrika (Oecophylla longinoda) untuk mengendalikan hama tanaman cokelat. Kehadiran semut ini ternyata mampu mengurangi dua macam penyakit serius yang disebabkan oleh virus dan jamur, yaitu dengan jalan menyerang dan membunuh kutu daun yang menjadi penyebar penyakit ini. Kutu daun sangat merugikan, karena menghisap cairan tanaman sekaligus memakan jaringannya. Cara pengendalian hama seperti ini kita kenal sebagai “biological control” dan ini merupakan contoh tertua dalam sejarah pertanian.

Biokontrol dan Bioindikator
Penggunaan semut Rangrang sebagai biokontrol ternyata sudah dilakukan pula oleh sebagian penduduk Indonesia, meskipun tidak besar-besaran. Misalnya jika pohon jambu atau pohon mangga di pekarangan terserang hama, mereka akan memindahkan semut-semut Rangrang ke pohon tersebut.

Sebenarnya bukan itu saja manfaat yang diberikan semut Rangrang kepada manusia. Dengan sifatnya yang sangat peka terhadap perubahan udara, manusia dapat menggunakan semut ini sebagai indikator keadaan udara di suatu lingkungan.

Semut Rangrang menyukai lingkungan yang berudara bersih. Jangankan asap pabrik atau asap kendaraan bermotor, asap yang berasal dari pembakaran sampah di kebun saja dapat membuat mereka menyingkir. Tak heran, jika di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya kita semakin sulit menemukan sarang mereka di pepohonan.

Adakalanya jarang pula kita mendapati mereka di daerah perkebunan. Karena sekarang pemberantasan hama dengan pestisida lebih banyak digunakan, sehingga bukan saja hama yang mati tetapi banyak serangga lain yang berguna turut terbunuh. Belum lagi perburuan yang dilakukan manusia terhadap semut Rangrang. Banyak orang mengambil sarang-sarang mereka untuk mendapatkan anak-anak Rangrang (“kroto”) sebagai makanan burung peliharaan. Tentunya hal ini akan menjadikan kian menyusutnya populasi semut Rangrang. Padahal keberadaan semut ini penting sebagai musuh alami serangga hama, sekaligus sebagai indikator biologis (hayati) terhadap kualitas udara di suatu daerah.
Mengenal kehidupan serangga yang berjasa ini memang cukup mengesankan. Serangga sosial ini membuat sarang di kanopi hutan-hutan tropis sampai kebun-kebun kopi maupun cokelat. Mereka membentuk koloni yang anggotanya bisa mencapai 500.000 ekor, terdiri atas ratu yang sangat besar, anak-anak, dan para pekerja merangkap prajurit. Semuanya betina, kecuali beberapa semut jantan yang berperan kecil dalam kehidupan koloni. Semut-semut jantan itu segera pergi jika telah dewasa untuk melangsungkan wedding fight yaitu terbang untuk mengawini sang ratu, lalu mereka tidak kembali lagi ke sarangnya.

Di antara anggota koloni, yang paling giat adalah kelompok pekerja. Mereka rajin mencari makan, membangun sarang, dan gigih melindungi wilayah mereka siang dan malam hari. Sekitar setiap satu menit, salah satu pekerja memuntahkan makanan cair ke dalam mulut ratu. Mereka menyuapi ratu dengan makanan yang telah dilunakkan sehingga memungkinkan sang ratu menghasilkan ratusan telur per hari. Jika ratu telah bertelur, para pekerja akan memindahkan telur-telur itu ke tempat yang terlindung, membersihkannya, dan memberi makan larva-larva halus jika telah menetas.

Semut Rangrang dikenal pula sebagai senyum penganyam, karena cara mereka membuat sarang seperti orang membuat anyaman. Sarang mereka terbuat dari beberapa helai daun yang dilekukkan dan dikaitkan bersama-sama membentuk ruang-ruang yang rumit dan menyerupai kemah. Dedaunan itu mereka tarik ke suatu arah, lalu dihubungkan dengan benang-benang halus yang diambil dari larva mereka sendiri. Para pekerja bergerak bolak-balik dari satu daun ke daun lainnya membentuk anyaman.

Makhluk asing yang mencoba menyusup ke daerah sarang, akan mereka halau dengan sengatan asam format yang keluar dari kelenjar racun mereka. Kalau semut jenis lain sengaja membiarkan bahkan memelihara kutu daun hidup dalam wilayah kekuasaan mereka, maka semut Rangrang justru sebaliknya. Mereka berusaha mati-matian menyingkirkan serangga lain yang hidup pada pohon tempat sarang mereka berada. Oleh karena itu, jika kita membedah sarang mereka seringkali kita menemukan bangkai kumbang atau serangga lain yang lebih besar dari semut ini.

Itulah keistimewaan yang dimiliki semut Rangrang sehingga membuat mereka memegang arti penting dalam pengendalian hama secara alami. Cukup sederhana, namun tidak berisiko terhadap lingkungan seperti halnya jika kita menggunakan insektisida kimia.

the New world

inilah dunia baru dunia tanpa batas ,dunia yang bergantung pada satu energi yaitu energi yang sangat fantastik dan juga sangat menakutkan

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!